Langkah kami terhenti ketika sampai pada sebuah pendopo terbuka berukuran tidak terlalu besar. Di situlah anak didik kami, siswa SMP Zainuddin kelas 8 berkumpul untuk mendapatkan materi tentang Herbarium. Karena seluruh kegiatan itu sudah dihandle oleh tim dari Taman Safari Indonesia Prigen, praktis kami, para guru hanya menjadi penonton.
Di luar sana hujan turun. Seorang guru tengok kanan tengok kiri mencari tempat sholat. Seorang guru yang lain asyik menikmati camilan. Seorang guru yang lain celingak-celinguk memandangi wahana permainan di sekitar pendopo itu. Lama beliau memandangi arena permainan bumper car. Ya, nama resminya adalah Bumper Car tapi orang-orang sering salah sebut menjadi Bombom Car. Tak apa. Itu bukan masalah serius buat negeri ini.
Setelah lama memandang akhirnya beliau melontarkan ajakan untuk menuju ke sana. Tiga-empat guru sepakat dengan ide itu, termasuk saya yang sedang bingung harus ngapain di pendopo ini. Tak lama setelah kami menjejakkan kaki di arena Bumper Car yang terletak di kontur tanah yang lebih tinggi dari pendopo itu, menyusul beberapa guru perempuan. Hingga akhirnya semua guru yang mendampingi siswa SMP Zainuddin berstudy tour di Taman Safari Prigen Pasuruan berkumpul di sana.
Awalnya kami ragu-ragu dan malu-malu untuk bermain Bumper Car karena faktor umur dan status guru pada kegiatan ini, apalagi kami masih mengenakan seragam mengajar, tapi karena sudah terlanjur di sana. Buat apa malu. Ya, sudah enjoy this game!
Sejenak kemudian wahana permainan Bumper Car pun riuh ramai dengan teriakan para guru SMP Zainuddin. Kami raja di sini, ini hari Senin. Tak banyak pengunjung lain di sini. Kalau diperhatikan tingkah polah para guru SMP Zainuddin itu seperti kembali ke masa kanak-kanak. Mereka bermain dengan riang gembira. Saling tabrak bumper car, gelak tawa membanjir di mana-mana. Senyum bahagia terlukis jelas di wajah mereka.
Sambil ketawa-ketiwi salah seorang guru nyeletuk, “Masa kecil kurang bahagia”. Kalimat itu cukup sering saya dengar ketika ada orang dewasa menikmati permainan yang sejatinya diperuntukkan untuk anak kecil. Tapi setelah saya renungi rasanya itu kurang tepat. Karena masa kecil saya dan juga mungkin guru-guru yang lain sudah cukup bahagia.
Saya pikir ini sesekali orang dewasa perlu melakukan permainan untuk anak-anak. Ini semacam terapi dengan melakukan permainan anak-anak, orang dewasa untuk sejenak akan kembali menikmati sensasi menjadi anak-anak. Segenap persoalan hidup menjadi terlupa. Anak-anak tidak punya persoalan hidup. Mereka hanya bermain dan bermain. Riang Gembira.
Saya pun menyebutnya terapi Back to Children.
Saya sering melakukan ini bersama anak saya yang berumur 2 tahun lebih. Awalnya saya hanya mendampingi anak saya bermain, lalu saya berpikir, kenapa saya tidak sekalian menikmati permainan ini layaknya anak kecil? Saya ikut main pasir, main mobil-mobilan, main bola, kejar-kejaran, main pesawat kertas, dan lain-lain. Dengan menikmati permainan anak-anak segala lelah fisik dan pikiran menjadi terlupakan. Pikiran menjadi lebih segar.
Kalau kita ingin menyegarkan pikiran, tidak ada salahnya menjadi anak kecil lagi.
Comments