Taman Kampus, sebelah telpon koin, 27 Mei 2008
Tiap kali aku minta duit ke ortu, baik untuk biaya kuliah yang memang masih ditanggung ortu, atau kebutuhan pribadiku ketika dompetku lagi kempes. Aku selalu pengin mengangis. Apalagi ketika melihat paras ibuku ketika beliau bertanya, "berapa?".
Aku merasa menjadi durhaka. Merasa tak berguna. Merasa menjadi benalu kalau melihat usiaku yang sudah 22 tahun lebih ini.
Kubuka-buka lagi lembar-lembar surat yang dikirim oleh ortuku tatkala aku masih di pesantren dulu. Kalau saja aku bukan laki-laki mungkin air mata ini sudah menetes deras. Mengutuk diri sendiri yang belum berubah dari beberapa tahun yang lalu. Aku masih seorang benalu.
Ketika ayahku masih usia sekolah
Beliau sudah bisa mencukupi kebutuhannya sendiri
Dan ketika aku sudah semester 6 di bangku kuliah
Aku masih menjadi benalu yang menyedihkan.
Aku masih pecundang.
Kapan aku berubah?
Kapan aku bisa membuat bangga?
Comments