Skip to main content

Menanjaklah terus wahai IP


Nilai sebenarnya bukanlah orientasi utamaku dalam mencari ilmu. Tapi bukan berarti nilai itu tidak penting. Setidaknya untuk mendapatkan beasiswa yang menjadi ukuran utama antara lain adalah nilai c.q IP. Tapi meskipun IP ku tiap semester rata-rata di atas 3,5 toh beasiswa itu tidak juga menjadi keberuntunganku (oh, shit!!!). Dan lagi nilai juga bisa dibuat bangga2an dan menunjang aktivitasku dalam menyombongkan diri di hadapan dunia.
Semester enam kemarin setidaknya aku sudah mulai memperbaiki IP ku yang sempat anjlok ke angka 3,38 naik ke angka 3,81. Oh men!! tinggal dikit lagi dapat 4,00, ini gara-gara Pak Suroso yang memang sangat pelit dengan nilai. Kenapa mata kuliah MPS II harus dapat B. Plis deh pak, cobalah berbaik hati kepada mahasiswamu yang sombong dan sok tahu ini. Biar sekali-kali pernah merasakan IP 4,00.
Meskipun IP semester lalu sudah mendekati 4,00, toh aku belum puas karena masih belum bisa memecahkan rekor IP semester 2 dulu yang mencapai 3,83 (my god! tinggal 0,07 poin aja!).
Aq gak tahu apakah dua semester ke depan sebelum aku diusir dari kampus Biru ini aku bisa mempertahankan IP diatas 3,8. Mudah-mudahan aja. Berbagai kesibukan yang mulai mendera hidupku gak boleh jadi alasan untuk mengatakan 'sulit'.
Aku ingin tahun depan bisa diwisuda dengan menyandang gelar Cum Laude. Logika orang awam mengatakan kuliahlah yang rajin agar dapat nilai yang bagus. Karena nilai bagus berarti mudah dapat pekerjaan yang bagus, dapat pekerjaan bagus berarti rejeki akan melimpah, rejeki melimpah, berarti bakal dapat istri yang cantik. Aku suka dengan alasan yang terakhir (yeah right!). Ini adalah logika teraneh di muka bumi menurut aku, tapi rata-rata orang mempercayainya seperti mempercayai kitab suci.

Comments

Popular posts from this blog

Rajabiyah dan Kemeriahannya

  Waktu itu sekitar November 1998. Para santri baru saja kembali dari menikmati liburan caturwulan I di bulan Oktober. Sekembali ke pondok, sebagai santri yang baru mondok empat bulan saya dikejutkan dengan kemeriahan di Tebuireng. Kemeriahan itu bernama Rajabiyah. Sebuah kegiatan yang rutin tiap tahun dihelat oleh para santri secara mandiri. Mereka urunan sendiri, membentuk kepanitiaan sendiri, mengurus segala detailnya sendiri. Setiap komplek di Tebuireng menggelar kegiatan Rajabiyah. Pun dengan Orda (Organisasi Daerah) juga menggelar kegiatan dengan tema yang sama. Kemeriahan Rajabiyah ini persis seperti kemeriahan Agustusan di kampung. Berbagai lomba digelar. Mulai dari lomba ilmiah semacam lomba baca kitab, lomba pidato, lomba adzan, lomba bilal, lomba cerdas cermat, lomba kaligrafi dan semacamnya. Sampai dengan lomba non ilmiah yang bernuansa hiburan seperti balap karung, kepruk kendil, sepak bola, makan krupuk dan lomba aneh-aneh lainnya. Untuk lomba non ilmiah ini nampak ma...

Algoritma Google dalam Menerka

Google perusahaan pencari paling besar di bumi selain semakin menggila, juga semakin tidak masuk akal perkembangannya. Algoritma yang dikembangkan google membuat kesok tahuan google bermetamofosis menjadi keserba tahuan. Dulu untuk mencari data menggunakan mesin pencari semacam google diperlukan trik-trik khusus. Yakni dengan menambahkan algoritma pemrograman. Di antara trik itu bisa dibaca di sini . Kita perlu menambahkan AND, OR, *, -, &, dan lain sebagainya ke dalam pencarian kita. Lebih rincinya silakan dibaca di artikel tersebut. Artikel itu ditulis pada 2008. Sekarang. 11 tahun dari artikel itu ditulis. Algoritma google sudah mengalami kemajuan pesat. Suatu malam, tetangga saya punya hajat. Manten. Agak jauh dari rumah. Tapi suara sound systemnya terdengar cukup jelas dari kamar tidur saya. Afham yang saat itu mendengar sebuah lagu dari acara mantenan secara refleks menirukan. Entah darimana ia mengenal lagu itu. Hanya saja ia melafalkan lirik yang salah. Saat ...

Kawal Gerakan 10.000 Sebulan dengan Fintech

Salah satu yang menarik perhatian saya pada Munas Ikapete tahun ini adalah launching Gerakan 10.000 Sebulan. Ini adalah gagasan besar yang melibatkan hal kecil. Barangkali ada yang mencibir kok 10.000? Kenapa tidak 100.00 saja? Itu kan terlalu receh? Biar! Asal tahu saja, roda ekonomi Indofood CBP Tbk. bisa berputar karena peran recehan. Coba kalau Indomie produk mie sejuta ummat yang dimiliki Indofood itu dijual  dengan harga 100.000 per bungkus. Belum satu tahun bisa tutup itu pabrik. Tutup bukan karena ongkos produksinya besar tapi karena jualannya tidak laku. Ibarat mencari ikan, Gerakan 10.000 Sebulan menurut saya adalah menjaring bukan memancing. Harus diakui alumni Tebuireng yang tersebar di seantero dunia ini selain jumlahnya banyak juga berasal dari beragam kelas sosial ekonomi. Mulai dari yang berprofesi sebagai pengusaha, pengacara, sampai sopir truk ekspedisi. Asli, yang terakhir itu salah satu teman satu angkatan saya. Kemampuan ekonomi mereka pun beragam. Mulai d...