Saya pernah merasa (atau mungkin mengklaim diri) sebagai penulis. Hanya karena saya hobi menulis. Selain membaca dan sepak bola tentunya. Saya akui saya memang cukup sering menulis waktu itu. Tepatnya sejak saya SMP sampai kuliah. Bahkan ketika kuliah tulisan saya pernah dimuat di koran Jawa Pos. Tidak jarang saya menulis puisi.
Hobi itu menjadi tersalurkan ketika saya mengenal blog. Maka tulisan-tulisan yang sebagian besar tercatat di kertas binder, menggandakan diri ke blog. Namun sejak menikah saya merasa mengalami penurunan intensitas menulis. Dan itu diperparah lagi oleh semakin ngetrennya social network facebook dan twitter.
Sensasi facebookan yang hanya dengan menulis beberapa kata kemudian ada yang merespon dengan komentar dan begitu juga sebaliknya memberi respon dari status orang lain menciptakan keasyikan tersendiri dari berfacebook ria. Tidak jarang banyak waktu yang terbuang hanya untuk membaca status orang atau balas membalas komentar.
Maka keasyikan seperti itu yang akhirnya semakin membuat saya “tersesat di jalan yang salah”. Klaim diri sebagai penulis patut dipertanyakan lagi. Kalau cuma tulisan satu dua kata di facebook siapapun bisa. Berbeda dengan di blog yang mengharuskan blogger untuk menulis setidaknya satu-dua paragraf. Dan itulah yang namanya penulis.
Pernah saya mencoba membuat tulisan yang agak panjang di blog. Waktu itu judulnya “Perangkap Dahlan”. Selain di blog pribadi saya juga menguploadnya di kompasiana. Responnya ternyata tidak sedikit di kompasiana. Tapi sayang itu adalah tulisan blog terakhir saya yang sudah berbulan-bulan yang lalu. Ibarat nasi itu sudah tidak lagi menjadi bubur, tapi menjadi (apa ya?), bubur basi.
Maka kini di awal 2014 saya memproklamirkan diri untuk lebih rajin lagi ngeblog.
Hobi itu menjadi tersalurkan ketika saya mengenal blog. Maka tulisan-tulisan yang sebagian besar tercatat di kertas binder, menggandakan diri ke blog. Namun sejak menikah saya merasa mengalami penurunan intensitas menulis. Dan itu diperparah lagi oleh semakin ngetrennya social network facebook dan twitter.
Sensasi facebookan yang hanya dengan menulis beberapa kata kemudian ada yang merespon dengan komentar dan begitu juga sebaliknya memberi respon dari status orang lain menciptakan keasyikan tersendiri dari berfacebook ria. Tidak jarang banyak waktu yang terbuang hanya untuk membaca status orang atau balas membalas komentar.
Maka keasyikan seperti itu yang akhirnya semakin membuat saya “tersesat di jalan yang salah”. Klaim diri sebagai penulis patut dipertanyakan lagi. Kalau cuma tulisan satu dua kata di facebook siapapun bisa. Berbeda dengan di blog yang mengharuskan blogger untuk menulis setidaknya satu-dua paragraf. Dan itulah yang namanya penulis.
Pernah saya mencoba membuat tulisan yang agak panjang di blog. Waktu itu judulnya “Perangkap Dahlan”. Selain di blog pribadi saya juga menguploadnya di kompasiana. Responnya ternyata tidak sedikit di kompasiana. Tapi sayang itu adalah tulisan blog terakhir saya yang sudah berbulan-bulan yang lalu. Ibarat nasi itu sudah tidak lagi menjadi bubur, tapi menjadi (apa ya?), bubur basi.
Maka kini di awal 2014 saya memproklamirkan diri untuk lebih rajin lagi ngeblog.
Comments